Tabi'in dan Shufi Hasan al Bashri (Ketakutan Dan Pengharapan), Yang Pendirian Hidupnya Menjadi Pedoman Ahli-Ahli Tasawuf

Al Hasan adalah Maula Al Anshari, ibunya adalah Khairah budak ummu Salamah yang dimerdekakan. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H ( 632 M ), beliau pernah menyusu dengan ummu salamah istri Rasulullah SAW. Pada usia 14 bulan, beliau pindah ke Bashrah Irak dan menetap disana. Dari sinilah Al Hasan dikenal sebagai Hasan al Bashri.

Hasan al Bashri, yang digelari juga Abu sa'id adalah seorang zahid yang amat masyhur dalam kalangan Tabi'in. Beliaulah yang mula-mula sekali meyediakan waktunya memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak dan usaha mensucikan jiwa  di dalam masjid Bashrah. Segala  ajarannya tentang kerohanian, senantiasa diukurnya dengan sunnah-sunnah Nabi SAW. Sahabat-sahabat Nabi SAW yang masih hidup pada zaman itu, pun mengakui akan kebesaran Hasan Bashri. Sehingga pernah ketika orang datang menanyakan suatu permasalahan kepada Anas bin Malik, sahabat Nabi SAW yang utama, beliau ini menyuruh orang itu untuk pergi bertanya kepada Hasan Bashri. Dia dilahirkan ke dunia dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia. Dia berpendapat dengan tidak kurang dari pada 70 orang sahabat yang turut menyaksikan peperangan Badr, dan 300 sahabat-sahabat lain.

Abu Qatadah berkata: "Bergurulah kepada Syekh ini. Saya sudah saksikan sendiri. Tidaklah ada orang Tabi'in yang menyerupai sahabat Nabi, Hanyalah beliau ini"

Dasar pendirian beliau adalah zuhud terhadap dunia, menolak akan kemegahannya, semata menuju kepada Allah, tawakkal, khauf (takut) dan rajaa, tidaklah terpisah. Janganlah hanya semata-mata takut kepada Allah, tetapi ikutilah ketakutan dengan pengharapannya. Takut akan murkanya, tetapi mengharap akan kurnianya.

Abu Na'im Al Ashhabani, telah melukiskan kesimpulan tentang pandangan Tasawuf Hasan Bashri demikian: "Sahabat dari ketakutan dan kedukaan, tidak tercerai dengan muram dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena mengingat Allah. Faqih lagi Zahid menolak dunia lagi 'Abid".

Pandangan Tasawuf Hasan Bashri demikian: "Sahabat dari ketakutan dan kedukaan, tidak tercerai dengan muram dan keluhan.

Pandangan Tasawufnya ialah senantiasa bersedih hati, senantiasa takut, kalau-kalau dia tidak membayarkan perintah Allah sepenuhnya dan menghentikan larangannya sepenuhnya pula. Sehingga Sya'rani pernah mengatakan: "Demikian takutnya, sehingga seakan-akan dia merasa bahwa neraka itu dijadikan hanya untuk dia"

Kitab-kitab ahli Tasawuf yang besar-besar banyak sekali membicarakan kehidupan Hasan Bashri. Rupanya pendirian hidup Hasan Bashri itu dijadikan pedoman oleh seluruh ahli Tasawuf.

Kitab Huliyatil Auliya, oleh Abu Na'im dan kitab Tabakat ul Kubra oleh Imam Sya'rani. "Kuwakib Durriyah" oleh Almanawi, kitab "Kutul Kulub" oleh Abu Thalib al Makki, banyak sekali menukilkan tentang kehidupan Tabi'in yang besar itu.

Sebagian daripada butir hikmah ajaran beliau tertulis demikian:

1."Perasaan takutmu sehingga bertemu dengan hati tentram, lebih baik dari pada perasaan tentrammu, yang kemudian menimbulkan takut."

2."Dunia ialah negeri tempat beramal. Barangsiapa yang bertemu dengan dunia dalam rasa benci kepadanya dan zuhud, akan berbahagialah dia dan beroleh faedah dalam persahabatan itu. Tetapi barang siapa yang tinggal dalam dunia, lalu hatinya rindu dan perasaan tersangkut kepadanya akhirnya dia akan sengsara. Dia akan terbawa kepada suatu masa yang tidak dapat dideritanya."

3.Pesannya tentang Tafakkur: "Tafakkur membawa kita kepada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat, membawa kepada meninggalkannya. Barang yang fana walaupun bagaimana banyaknya, tidaklah dapat menyamai barang yang baqa, walaupun sedikit. Awasilah dirimu daripada negeri yang cepat datang dan cepat pergi ini, dan penuh dengan tipuan."

4."Dunia ini adalah seorang perempuan janda tua yang telah bungkuk, dan telah banyak kemalan laki."

5."Orang yang beriman berduka cita pagi-pagi dan berduka cita diwaktu sore. Karena dia hidup diantara dua ketakutan. Takut mengenang dosa yang telah lampau, apakah gerangan balasan yang akan ditimpakan Tuhan. Dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal, dan tahu bahaya apakah yang sedang mengancam."

6.Tentang duka cita beliau berkata: "Patutlah orang insyaf bahwa mati sedang mengancamnya, dan kiamat menagih janjinya, dan dia mesti berdiri dihadapan Allah akan dihitung."

7."Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal saleh."

Peneliti-peneliti aliran Tasawuf mempelajari dengan cermat, gerangan apakah tujuan zuhud Hasan Bashri yang besar itu?

Dr. Muhammad  Mustafa Helmi, guru besar filsafat Islam dalam "Fuad I University" mengatakan kemungkinan bahwasanya zuhud beliau itu, yang di dasarkan kepada takut ialah karena takut akan siksa Tuhan dalam neraka. Tetapi setelah diteliti pula, maka pendapat bukanlah takut akan neraka itu yang menjadi sebab. Yang jadi sebab ialah perasaan dari orang yang berjiwa besar akan kekurangan dan kelalaian diri. Sebagaimana sabda Nabi SAW: "Orang yang beriman mengenangkan dosanya, laksana orang yang duduk di bawah sebuah gunung yang besar, senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya."

Dan Nabi SAW pun bertaubat  kepada Tuhan tujuh puluh kali dalam sehari semalam. Dalam kehidupan sehari-hari dari orang yang bersalah, dia gelisah menunggu hukuman, dan apabila hukuman telah jatuh, dia tidak merasa takut lagi masuk ke dalam penjara. Kecintaan dan keta'atan kepada Tuhan, menyebabkan timbul rasa malu. Bagaimanakah agaknya jika bertemu dengan Dia kelak. Adakah kiranya perhitunagn yang tidak beres.

Itu sebabnya alasan bahwa zuhud Hasan Bashri bukanlah karena takut akan masuk neraka. Tetapi takut akan itu sendiri. Dalam hal yang seperti ini, orang kadang-kadang merasa biarlah masuk neraka, dari pada kena murka. Maka dari itu zuhud beliau menurut Buya Hamka ialah khauf dan rajaa: "Ketakutan dan Pengharapan". Dan tujuan sejati, yang juga dikuatkan oleh Dr. Mustafa Helmi, ialah ingin kebebasan dari kejahatan dan mencapai kebaikan.

Setelah dari pada fatwa beliau pula , yang senantiasa menjadi  buah bibir kaum Shufi.

"Anak Adam!
Dirimu, diriku
Dirimu hanya satu
Kalau dia binasa, binasalah engkau
Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu
Tiap-tiap nikmat yang bukan syurga adalah hina
Dan tiap-tiap bencana, yang bukan neraka, adalah mudah!"

Syurga yang diutamakan disini ialah perasaan, karena menikmati ridha Allah. Dan mereka ialah puncak kegelisahan merasai murka-Nya.                                       


     


Post a Comment

Previous Post Next Post