Filsafat Yunani yang dianggap munculnya lebih awal atau budaya Yunani yang lebih dahulu ada, menyebabkan sebagian ahli-ahli Ilmu Pengetahuan yang melakukan penelitian terhadap hidup kerohanian Islam (Tasawuf), berpendapat bahwa ajaran hidup kerohanian Islam sedikit banyak karena adanya pengaruh filsafat Yunani.
Dengan teliti pula kita harus membicarakan pengaruh filsafat Yunani ini terhadap hidup kerohanian Islam tersebut, pada umumnya dan pengaruh Neo Platonisme pada khususnya. Baca (disini)
Adapun sejak Iskandar Raja Marcedonia menyerang dari tanah Yunani ke Timur, melalui Mesir, Babilon dan terus ke Persia dan India, maka menyebranglah pula bersama dengan dia pikiran filsafat Yunani, 323 tahun sesudah dia meninggal, lahirlah nabi Isa.
Dari bekas jejak beliaulah berdiri negeri Alexandri (Iskandariyah). Disanalah kemudian muncul Plotin dengan mazhabnya yang baru, gabungan anasir ajaran filsafat Barat (Yunani) dan agama Timur. Plotinus sebagai pendiri dari "Filsafat" otak dan ilham itu hidup dari tahun 270 SM.
Adakah pengaruhnya faham Neo Platonisme atau Filsafat Yunani di tanah Arab tempat Nabi Muhammad SAW dilahirkan? Tidak Nampak. Dan sejarah tidak menyebut itu. Bangsa-bangsa penduduk tepi lembah Nyl dan lembah Tigris dan Eufrat sudah jauh lebih maju berpikir untuk memperbincangkan itu. Tetapi bangsa Badawi gurun pasir hanya membatasi berdagang ke Thaif di musim dingin dan ke Syam di musim panas. Sebagaimana juga yang lain, pengaruhnya dan tidak ada sama sekali ke atas tanah Mekkah tempat Nabi SAW dilahirkan, dan Madinah tempat Nabi SAW mengembangkan ajarannya.. Begitu cepat meluasnya Islam, baik ketika Nabi SAW masih hidup, atau di zaman Khalifah-Khalifahnya yang berempat, begitu banyak riwayat dan dirayat (disiplin ilmu) yang didengar, sejarah dan sanad hadits dan kabar satu kalimat pun tidak terdengar nama Socrates, Plato, Aristoteles atau Platonis. Tentang Zulkarnain pun ada tersebut dalam Al Qur'an. Tetapi Zulkarnain saja, tidak ada Iskandarnya. Barulah ahli tafsir belakangan hari yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Zulkarnain itu bukanlah Iskandar. Patokan pada zaman yang akhir ini, seorang ulama Islam yang amat kenamaan dengan berpikiran bebas merdeka (progresif) yaitu Maulana Abdul Kalam Azad dalam Majallahnya "Kebudayaan Hind" mengemukakan beberapa teori bahwasanya yang dimaksud dengan Zulkarnain itu ialah Maharaja Cyprus di Persia, dari keturunan Hakamanisy..
Kapankah pantafsir-pentafsir itu menulis? Baru tahun di belakang, yaitu di akhir pemerintahan Bani Ummayyaha dan di awal pemerintahan bani 'Abbas. Setelah muncul failasoof Al Kindi di zaman Al-Manahur, barulah ada perhatian kepada filsafat Yunani. Kemudian barulah di zaman Al-Ma'mun disalin kitab-kitab tua Yunani itu. Penyalinnya ialah kebanyakan pujangga-pujangga Nasrani Arab. Waktu itu baru filsafat Yunani menjadi perhatian studi ahli-ahli pikir Islam. Muncul hal-hal filsafat yang baru, tentang takdir, tentang Kerasulan, tentang ma'shur (sucinya nabi-nabi dari dosa) dan lain-lain. Al Ma'mun sendiri tertarik oleh filsafat, terkenal pertentangan yang hebat ketika beliau mengemukakan soal kepada ulama-ulama tentang Al Qur'an "Kalam ul Lah", apakah dia kuat dan teguh melawan anjuran itu pada waktu itu adalah bukti yang seteguh-teguhnya bahwasanya filsafat Yunani atau Neo Platonisme.
Memang sejak permulaan abad ketiga Al Ma'mun mulai Yunani kepada pikiran Islam. Tasawufnya, Mu'tazilahnya, artinya kebatinan dan kecerdasan pikiran telah banyak memakai sitem Yunani. Maka muncullah filosof Islam yang besar seperti Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd Di Andalusia dan lain-lain. Tetapi haruslah kita ingat dan sadar, bahwa filsafat Yunani hanyalah dijadikan bahan, bukan dijadikan tujuan. Tempat mereka berdiri tetaplah Filsafat sendiri dalam daerah Keislaman.
Tetapi kemudian lebih jelas lagi Al Ghazali membawa pulang kembali kepada sumber keislaman yang asli atau sumber hidup kerohanian yang asli, pada abad kelima. Setelah beliau pelajari dengan seksama Fiqhi (ditingkat pertama), lalu filsafat Yunani dan lain-lain (ditingkat kedua), akhirnya beliau mendapat jalan pulang kepada hidup kerohanian kepada Tasawuf, semata-mata dengan berdasar kepada Al Qur'an dan Hadits dan kehidupan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya yang utama. Perbuatan raksasa dari Al Ghazali ini memberikan bukti yang nyata bahwa kehidupan rohani Islam muncul dari telaganya sendiri bukan dari luar badannya.