Pengaruh-Pengaruh Hindu Atas Hidup Kerohanian Islam (Tasawuf) Menurut Penelitian-Penelitian Beberapa Ahli-Ahli Ilmu Pengetahuan

    Ketertarikan para ahli-ahli ilmu pengetahuan untuk melakukan penelitian atas sumber-sumber kerohanian Islam, yang menurut sebagian dari mereka ialah karena adanya pengaruh ajaran hindu, mereka lakukan. Sehingga argumen-argumen tentang hal itu pun bermunculan dan banyak jumlahnya.

     Tidak sedikit ahli-ahli analisis yang menyatakan pendapat bahwa hidup kerohanian Islam itu berasal dari ajaran agama Hindu, Pada tahun 1938 Buya Hamka telah mengadakan acara diskusi diantara penulis-penulis Islam dan Majalah Pedoman Masyarakat, tentang masalah ini.

     Orang yang memantapkan adanya pengaruh ini berkata: "Pengaruh itu jelas ada bilamana dibandingkan dengan persamaan-persamaan yang banyak terdapat diantara pandangan hidup atau praktek melakukan di dalam kitab-kitab suci orang-orang Hindu, baik dalam dasar kepercayaan, atau di dalam ucapan-ucapan do'a dan nyanyian-nyanyian agama. Demikian juga amalan ahli-ahli agama Hindu, dengan Yoganya, latihan ibadahnya, tafakkurnya, zikirnya dan ma'rifatnya.

    Seorang pengarang dan pengembara Arab yang terkenal sangat memperhatikan dan mempelajari kebudayaan Hindu, Bernama: Abdul Raihan Muhammad bin Ahmad Al Bairuni (351-440 H/962-1049 M). Dia telah menyelidiki kebudayaan Hindu itu sampai dalam, sampai dipelajarinya bahasa Sansekerta.

     Dia menetap di tanah India dalam waktu yang lama, dikarangnya sebuah kitab yang bernama "Tahqiqu Ma Lil Hindimin Muqauwalah, maqbulatin fil 'aqli au Marzulah" (Penyelidikan tentang hal-hal di India, yang diterima atau yang ditolak oleh akal). Dalam buku itu ditulisnya panjang lebar tentang ilmu pengetahuan, kepercayaan, ibadah, keagamaan dan filsafat India. Bukan saja sebuah pendapat yang selintas, bahkan lebih jauh lagi masuk ke pengulasan dan perbandingan. Di antara dasar pikiran India dan dasar pikiran Yunani. Demikian juga dengan amalan dan kehidupan ahli-ahli Tasawuf. Beliau banyak memberikan pertimbangan bahwasanya kehidupan Yoga di India banyak sekali persamaannya dengan kehidupan dan riadhah kaum Shufi.

     Kaum Orientali yang menguatkan pendirian bahwa hidup Kerohanian Islam itu terpengaruh besar sekali oleh kebudayaan Yunani dan Yoga Hindi dengan ahli Tasawuf. Mereka berkata: "Orang yang telah menghadap seluruh perhatiannya kepada Sebab Yang Pertama, senantiasa berusaha hendak menyerupainya. Dia bersatu dengan Dia, bila telah melepaskan segala dasar-dasar, ditinggalkannya segala pertalian dan penghambat."

     Artinya: menurut keterangan itu, seorang yang telah menyediakan diri mencari Yang Ada, berdaya hendak bersatu dengan Dia. Tidak dihambat dan dirintangi oleh apapun juga. Dalam pandangan ini terdapat persamaan beberapa ahli filsafatYunani, ahli hikmat Hindi dan ahli Tasawuf Islam.

     Selain dari itu ialah tentang kepercayaan akan adanya Tanasukh (reinkarnasi), yaitu kemungkinan berpindahnya suatu roh dari satu badan  ke badan yang lain. Orang Hindu menamainya Karma, Karma itulah pokok kepercayaan agama Hindu, artinya kalau tidak percaya akan adanya karma, bukanlah Hindu. Karmapun bisa jelma, yaitu suatu roh memakai tubuh yang bukan tubuh insani, boleh juga tubuh binatang, seperti ular (ini yang banyak, sehingga mereka sangat memuliakannya), kera (hanoman), lutung (ingat lutung kasarung) dan lain-lain. Dan sapi adalah penjelmaan dari agama Hindu, dengan berbagai filsafatnya yang mendalam, membela kesucian sapi (pada tahun 1950 seorang Resi berangkat dari India ke Bali, bermaksud memperbaiki keagamaan Hindu di Bali, yang meskipun telah beragama Hindu tetapi masih memakan daging sapi)

     Al Bairuni meneruskan kata perbandingannya tentang persamaan pokok kepercayaan Karma dan Jelma Hindu itu dengan Mazhab orang Shufi, yang berkata, bahwasanya dunia ini adalah diri yang tidur, dan akhirat diri yang bangun. Dan sebagian dari mereka (orang Shufi) memungkinkan Hulul, menjelma yang haq pada tempat-tempat seperti langit, arsy dan kursi. Dan sebagian lagi memungkinkannya kepada sekalian alam, binatang, kayu-kayuan dan barang-barang keras (jamadat). Mereka namainya itu Al Zuhur ul Kulli (Pernyataan semesta). Kalau itu telah mungkin, maka jelmaan roh dari  satu badan ke badan lain, bukanlah hal yang tidak dapat ditolak lagi.

     Setelah itu Al Bairuni membandingkan tentang cara-cara melepaskan diri dari pengaruh dunia ini.

     Nafs. diri. aku. ingsun, ich, sekarang terikat kepada alam. Terikatnya itu ada sebabnya, ialah jahil (bodoh). Untuk melepaskan ikatan itu ialah dengan pengetahuan (ilmu), dengan pengenalan (ma'rifat). Sebagaimana tersebut dalam ilmu kitab "Patenggel" : "Menyatukan pikiran kepada kesatuan Allah, memalingkan seseorang dari rasa yang lain dari yang ditujunya. Siapa yang menghendaki Allah, niscaya dia menghendaki pula agar segala makhluk beroleh kebajikan tanpa terkecuali."

     Kemudian dia berkata pula: "Barangsiapa yang telah sampai kepada tujuan ini, maka kekuatan jiwanya akan dapat mengalahkan kekuatan badannya.

     Al Bairuni kemudian membandingkan kaum Shufi itu. Katanya: "Seumpama ini pulalah yang diisyaratkan oleh kaum Shufi tentang orang yang 'arif apabila telah sampai kepada maqam ma'rifat. Kaum Shufi itu katanya mendakwakan bahwa dia mendapat dua roh. Roh qadim, yang tidak berubah dan berbeda. Dengan dia dapat mengetahui yang ghaib, berbuat yang luar biasa, dan yang kedua yaitu ruh Basyariyah, yaitu roh manusia biasa, untuk berubah-ubah dan untuk kejadian.

     Selain itu Al Bairuni membandingkan juga tentang kesamaan diri yang dicari, di antara Hindu dan Tasawuf Islam. Sebagian dari inti sari ajaran "Patenggel", bahwa mendirikan upacara-upacara ibadah keagamaan, sholat, puasa dan lain-lain itu, bukanlah jalan untuk mencapai bahagia (sa'adah) bagi manusia. Jalan mencapai bahagia hanyalah dengan zikir dan ta'ammul kelaknya akan membawa dirinya bersatu dengan Tuhan dan dengan seluruh yang ada (Alkaum),. Karena pada hakekatnya semua itu adalah satu.

     Mazhab Patenggel adalah satu mazhab Shufi yang amat mendalam. Tiangnya adalah Khalawat dan bersunyi diri. Tapa, samadi, zuhud dan tiap-tiap apa jua pun latihan jiwa, yang menyebabkan fana manusia, walaupun dari dirinya sendiri. Saat itulah dia mencapai bahagia, tidak ada diatasnya bahagia lagi. Ketentraman yang menjadi puncak dari segala ketentraman.

     Kata Al Bairuni: "Mazhab Patenggel inilah yang dipakai oleh kaum Shufi tentang mencari Al Haqq" Dengan kata mereka: "Selama engkau masih memberi isyarat, tidaklah engkau mengesakan, sebelum Al Haqq menguasai isyaratmu, dengan fananya diri engkau. Maka tidaklah engkau mengesakan, sebelum Al Haqq menguasai isyaratmu, dengan fananya diri engkau. Maka tidaklah tinggal lagi yang memberi isyarat, dan tidak pula isyarat itu sendiri."(Yang memberi isyarat dengan yang diisyaratkan telah satu)". Dalam perkataan mereka (kaum Shufi) didapat juga kata-kata tentang persatuan. Sebagaimana seorang Shufi ketika ditanya tentang Al Haqq itu, dia menjawab: "Bagaimana saya bisa menjelaskan siapa Dia. Saya itu dengan Saya dan Saya dengan dimana. Kalau saya kembali, dengan kembali itulah saya terpisah. Kalau saya lalai, dengan lalai itulah saya diringankan. Dan dengsn bersatu baru saya merasa tentram."

     Dan Abu Bakar Syibli berkata pula: "Lepaskan segala-galanya, niscaya engkau sampai kepada kita dengan segala-galanya. Engkau ada, maklumat engkau dari Kami, perbuatan engkau perbuatan Kami".

     Dan Abu Yazid Bustami ketika ditanya orang: "Dengan apa engkau capai apa yang telah engkau capai ini?" Dia menjawab: "Saya mengganti dari diri saya sendiri, sebagaimana ular mengganti kulitnya, kemudian itu saya lihatlah zat saya sendiri.  Maka ternyatalah bahwasanya Saya ialah Dia.

     Demikian beberapa contoh-contoh dan perbandingan yang dikemukakan oleh Al Bairuni, tentang filsafat Yunani, himat  dan kebudayaan India, ditambah lagi dengan Neo Platonisme, semuanya dibanding-bandingkannya dengan mazhab Tasawuf Islam itu. Ditulisnya panjang lebar dalam buku itu. Banyak sarjana dari ke-Timuran yang mengambil perbandingan-perbandingan yang dikemukakan oleh Al Bairuni untuk menetapkan pendirian bahwa sumber Tasawuf Islam ialah dari Hindu. Atau terpengaruh olehnya. Diantara yang berpendapat demikian ialah Horten, Blochet, Masignon, Goldziher, Brown, O'leari dan beberapa orang lain lagi.

     Masignon berpendapat bahwa penelitian atas perkembangan-perkembangan yang membawa masuknya Halakah-halakah zikir  di dalam bermacam-macam Thariqat Shufi yang akhir-akhir, menunjukkan menjalarnya  pengaruh thariqat-thariqat Hindu ke dalam Tasawuf Islam.

     Brown berkata: "Nyata sekali dalm beberapa hal persamaan Mazhab Tasawuf yang bermula dengan beberapa mazhab Hindu, terutama ajaran vedantara (ajaran Hindu kuno yang diambil dari veda/weda)

     Tetapi kata Brown, meskipun persamaan itu jelas, hanyalah mengenai kulit. Adapun isi tetap berbeda.

    Goldziher berpendapat bahwa hikayat Ibrahim bin Adham, yang dahulunya anak raja di Bukhara, dan meninggalkan singgasana lalu memilih hidup zuhud adalah saduran dari hikayat Budha, Tasbih itu kata Goldziher diambil dari agama Budha.

     O'leari  berkata bahwa tidaklah boleh diabaikan saja memperhatikan bagaimana pengaruh Budhisme dalam Tasawuf Islam. Sebab ajaran Budha itu memang telah tersiar di negeri-negeri Persia dan di belakang sungai Dajlah Furat di zaman Jahiliyah. Di Balakh sebelah selatan Khurasan terdapat sisa ma'bad agama Budha. Tetapi  O'leari kemudian mengatakan bahwa pengaruhnya itu tidak sampai begitu besar hingga mengenai isi. Persamaan ajaran Nirwana Budha dengan Fanaa Tasawuf, hanyalah pada kulit.

     Nirwana ialah ajaran yang menggambarkan bahwa jiwa manusia, hilang lenyap sendirinya dalam ketentraman yang mutlak, tidak terganggu lagi oleh indera dan syahwat. Tetapi ajaran Fanaa dalam Tasawuf, meskipun juga meniadakan diri, namun dia memandang kepada kekekalan yang tetap dan tetap ada dalam menyaksikan dan merasa lezat cita keindahan Tuhan (Jama'I llahi),. Akhirnya O'leari menyatakan bahwa memang ada persamaan, tetapi bukan dengan Budhisme, melainkan dalam ajaran Kesatuan Semesta, sebagaimana tersebut dalam Veda.

    Jalan yang sama (paralel) tentang Kesatuan Semesta diantara Tasawuf Islam dengan Brahmana inilah yang mendorong kebanyakan sarjana mengatakan bahwa Tasawuf Islami, tidak mungkin berasal dari Islam. Apalagi ajaran Pantheisme itu sangat bertentangan dengan pokok Islam, yaitu Tauhid. Dan Islam sangat menjelaskan perbedaan sifat Khallik dengan sifat Makhluk. Selain Allah, adalah Alam semua dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.

     


Post a Comment

Previous Post Next Post