Tasawuf Islam yang begitu mendalam pengajarannya tentang hidup Kerohanian Islam, membuat para ahli ilmu pengetahuan penasaran dan ingin mengetahui sumber asal dari ajaran Tasawuf tersebut. Mengingat menurut mereka banyaknya persamaan-persamaan bentuk ibadah dan lakon yang di kerjakan oleh para Shufi dengan pendeta-pendeta agama Nasrani, atau Persia atau Filsafat Yunani. Mereka mulai melakukan penelitian dengan mencari persamaan- persamaan tersebut.
Muncul sebuah teori yang mengatakan bahwa Tasawuf Islami itu adalah timbul dari kebudayaan Persia, Untuk mendirikan kemungkinan ini tentu mudah saja. Sebab memang sudah meluas kekuasaan Islam ke tanah Persia sejak zaman Khalifah kedua, Umar bin Khatab, bahkan sebelum Islam pun, hubungan Arab dan Persia dalam hubungan masyarakat poltik, ekonomi dan kebudayaan, sudah sangat erat. Berapa banyaknya pepatah-pepatah dan hikmat Persia yang jadi hiasan dari perkembangan peradaban di Arab, Berapa banyaknya Nabi Muhammad SAW sendiri mengambil pikiran-pikran dalam hal umum, dalam hal Siasat Pemerintahan (cincin cap), dan siasat perang (membuat parit di Front Madinah) didapat dari Salman orang Persia. Semisal Ma'ruf Al Karachi, Abu Jazid Bustami dan kemudian Al Jami, Jalaludin Rumi, Al Iraqi, Auhaduddin, Al Karmani dan lain-lain.
Zuhud dalam Tasawuf Islam sangat menyerupai zuhud dan kependekatan dalam Mazhab Manu. Qana'ah, yaitu hidup sangat sederhana dan melarang makan daging binatang, menyerupai pula Mazhab Mazdak.
Dalam kepercayaan kaum Syi'ah, yang kerap kali amat berdekat pertumbuhannya dengan Tasawuf, bahkan pengaruh mempengaruhi, terdapat kepercayaan tentang "Hak Ketuhanan Raja." Tuhan menjelma pada Imam. Semuanya adalah dari Persia. Tentang alam ini dikemudikan oleh Tujuh orang Quthub, yaitu wali yang sangat tinggi kekuasaannya, inipun juga kepercayaan Persia. Demikian juga kepercayaan orang Tasawuf, bahwa yang asal mula terjadi ialah "Al Haqiqat ul Muhammadiyah", dan daripadanya baru terjadi segala isi alam, dan "Haqiqat" itu laksana seekor burung Nuri didalam keranda kaca, titik keringatnya menjadi Malaikat, langit dan bumi dan sebagainya, semuanya itu adalah lanjutan daripada kepercayaan agama "Zarasustra" terhadap yang mereka namai "Zind Afesta", yaitu bahwa Ahriman (Harmuz) Tuhan kebaikan menjadikan alam ini tidaklah langsung, melainkan dengan perantaraan "Kalimat".
Kemudian timbul pula pendapat lain yang mengatakan ajaran Tasawuf dalam Islam itu, sebagian besar adalah sumber telaga Nasrani. Pendapat-pendapat begini dikuatkan dengan macam-macam alasan. Misalnya ialah mengatakan bahwasanya perhubungan kehidupan orang Arab dengan orang Nasrani itu telah ada sejak zaman jahiliyah.
Banyak ahli-ahli Nasrani telah datang ke Jazirah Arab mengajarkan dasar-dasar hidup kerohanian kepada bangsa itu.. Lalu dipertalikan pula, bahwa Nabi Muhammad sendiri didalam membangun agama "baru" itu, karena terlebih dahulu telah belajar kepada orang-orang Nasrani. Baik didalam perjalanan ke Syam di waktu kecil, ketika bertemu dengan Buhaira Rahib, atau ketika yang lain. Bahkan setelah Khadijah cemas setelah Nabi mendapat wahyu yang pertama, kepada pamannya Warkah bin Naufal Nabi dibawanya, dan Warkah telah resmi memeluk agama Nasrani. Dapatlah diperhatikan banyaknya persamaan kehidupan ahli-ahli Tasawuf itu dengan pendapat-pendapat Nasrani. Ajaran-ajarannya, latihan rohaninya, khalwatnya, tapanya ditempat tertentu. Bahkan sampai kepada pakaiannya.
Goldziher: menetapkan bahwa Hadits-Hadits Nabi yang memujikan hidup miskin dan mencela kaya dan mewah, adalah diambil dari sumbernya Nasrani. Sebab agama Nasranilah yang amat mengutamakan itu
Noldke, mengatakan bahwa pakaian Shuf (bulu) itu pun diambil dari Nasrani.
Nicholson berpendapat bahwa tafakkur berdiam diri dan berzikir pun dari pengaruh Nasrani'
Dan ahli-ahli Tasawuf suka sekali mengutip kata-kata hikmat atau fatwa dari pada Nabi Isa Al Masih. Inipun mereka jadikan bukti juga bahwa pembinaan Tasawuf didirikan atas sendi-sendi Nasrani. Salah satu cerita yang ditemukan dalam kitab-kitab kaum Shufi bahwa pada suatu hari Nabi Isa berjumpa dengan segolongan oran Abid yang laksan sudah terbakar dirinya, atau serupa kain-kain usang yang telah robek, lalu Al Masih bertanya: "Kamu ini siapa?" Mereka menjawab: "KAmi adalah orang-orang 'Abid". "Untuk apa kamu beribadah?" Tanya Isa Al Masih. "Kami diancam Tuhan dengan Neraka! Itu sebabnya kami beribadah, karena takut masuk Neraka."
Adalah haq Allah akan memeliharakan kamu dari apa yang kamu takuti." kata Al Masih.
Kemudian beliaupun meneruskan perjalanan pula sehingga berjumpa dengan orang-orang yang ibadahnya lebih lagi dari yang pertama. Lalu beliau bertanya pula: "Untuk apa kamu beribadah?" "Tuhan menimbulkan keridhaan dalam hati kami akan masuk syurga, dan beberapa janjinya terhadap orang-orang yang menjadi walinya, Kami mengharap janji-janji itu" Maka kata Al Masih: "Menjadi haq bagi Allah akan memberi apa yang kamu harapkan itu."
Beliaupun meneruskan perjalanan pula. Bertemu pula beliau dengan orang-orang yang tengah beribadah, lalu beliau bertanya pula: "Untuk apa kamu beribadah?"
Mereka menjawab: "Kami cinta kepada Allah. Kami beribadah kepadanya bukanlah karena takut akan neraka , dan bukan karena ingin masuk syurga. Melainkan karena cinta kepada-Nya sendiri dan memuliakan kebesaranNya
Maka berkatalah Al Masih: "Kamulah wali Allah yang sebenarnya. Bersama kamulah saya diperintahkan tinggal. Maka hiduplah Al Masih bersama mereka.
Inilah pengaruh Nasrani kata mereka. Karena memang inti dari ajaran Nasrani itu ialah cinta. Sedang ajaran Islam lebih banyak mengancamkan neraka dan membujukkan syurga. Menurut mereka.
Peneliti-peneliti lain juga berpendapat bahwasanya pengaruh filsafat Yunani amat besar dalam Tasawuf islam. Bahwasanya filsafat Yunani mempengaruhi alam pikiran Islam, tidaklah seorangpun yang dapat memungkiri. Alam pikiran Islam telah memakai filsafat Aristoteles untuk menguatkan kepercayaan kepada Zat Pencipta seluruh alam. Itulah kemungkinannya yang telah yang telah menjelma menjadi apa yang dinamai "Ilmu Qalam".
Logika Aristoteles dipakai dipakai disamping idealisme Plato. Semboyan Socrates yang terkenal, yang didapatinya tertulis di dinding Ma'bad Delfi "Kenallah Dirimu", telah disesuaikan oleh ahli Tasawuf dengan "Hadits" atau kata hikmah Tasawuf yang terkenal pula yaitu: "Barangsiapa mengenal dirinnya , sungguh ia mengenal Tuhannya"
Di zaman permulaaan tumbuh Daulat Abbasiyah, terutama zaman Khalifah Al Ma'mun, yang dinamai "zaman emas", muncul perlombaan menterjemahkan kitab-kitab ilmu pengetahuan asing ke dalam bahasa Arab. Diambil dari Persia, Hindustan, dan juga dari Yunani. Para penterjemah itu terdiri dari sarjana-sarjana pemeluk Nasrani,. Mazhab Nasrani Naturian tersebar di negeri-negeri Hirah (Irak). Mazhab Nasrani Ya cobenien tersiar di sebelah negeri Ghasan. Seorang diantara penterjemah yang terkenal namanya Abdul Masih bin Na'imah orang Homs.
Yang lebih menarik perhatian ialah filsafat baru, gabungan alam pikiran Yunani dengan Tasawuf (mistik) Timur yang dimunculkan oleh Plutin di Iskandariyah. Itulah yang dikenal dengan nama Neo Platonisme. Syahrastani di dalam bukunya Al Milal Wan Nihal menyebut Plutin itu Syekh Yunani.
Kaum Shufi banyak mengambil sari dari ajaran itu. "Hakikat yang tertinggi tidaklah semata-mata didapat dengan berpikir. Tetapi dengan musyawarah (menyaksikan sendiri), sebagai paduan renungan jiwa dengan keindahan alam".
Inilah intisari ajaran Neo Platonisme. Demikian pula sari ajaran kaum Shufi: "Bahwasanya "Ma'rifat sejati" tidak akan didapat dari jalan panca indera dan akal belaka. Tetapi dengan "Nur" yang dianugerahkan Tuhan ke dalam "hati sanubari" seorang hamba setelah dia terlepas dari ikatan-ikatan kehendak nafsu dan fanaa dari sekian semat semesta, lalu hidup merasai kelezatan Zat Ilahi, hilang segala yang memisahkan sehingga bersatu dan berpadu".
Maka timbullah beberapa istilah, seperti Zauq (rasa), wajd (rindu) dan beberapa istilah lain, seperti Al Mu'ani Al Azaliyah (arti yang asal syari'at, thariqah, ma'rifat dan hakikat), Haqiqatul Haqaiq Illat dan Ma'lul, Faidh (limpahan sinar), Ijtihad, Kastral, Al Aklul Awwal, Al Haqiqatul Muhammdiyah, Wihdatul Wujud, Wihdatusy syuhud, Al Hulul dan lain-lain, yang semuanya itu adalah pecah pecahan pendapat pikiran sesudah berhubungan dengan filsafat Yunani, terutama Neo Platonisme.