Rabi'ah Adawiyah diiperkiraan lahir pada tahun 95-99 H ( 713 -717 M ) di kota Bashrah Irak. beliau dikenal juga sebagai Rabi'ah Bashri. Beliau berasal dari suku Says bin 'Adi. Rabi'ah 'Adawiyah adalah seorang Zahid perempuan yang amat besar, dan banyak contoh-contoh yang beliau tinggalkan dalam hidupnya. Beliau meninggal dunia pada tahun 185 H (796 M).
Tahap kehidupan zuhud yang dikonsepkan oleh Hasan al Bashri, baca postingan (disini), yaitu takut dan pengharapan, telah ditinggikan oleh Rabi'ah kepada zuhud karena cinta. Dan karena ketinggian tingkat zuhudnya, beliau digelari "The Mother of Grand Master" (ibu para shufi besar).
Cinta yang suci murni itu lebih tinggi daripada takut dan pengharapan. Cinta yang suci murni, tidaklah mengharapkan apa-apa.
Menurut riwayat dari Imam Sya'rani, pada suatu hari adalah seseorang yang menyebut-nyebut azab siksa neraka di hadapan Rabi'ah, maka pingsanlah beliau dikarenakan mendengar hal itu, pingsannya di dalam meyebut-nyebut istighfar, memohon ampunan kepada Allah SWT. Tiba-tiba setelah beliau siuman dari pingsannya dan sadar akan dirinya, beliaupun berkata: "Saya harus meminta ampun lagi dengan cara yang lebih dari pada cara meminta ampun saya yang pertama".
Kata Sya'rani pula, sajadah tempat beliau sujud senantiasa basah oleh air matanya.
Rabi'ah 'Adawiyah sezaman dengan Sufyan Sauri, murid yang terkenal dari Hasan Bashri. Pada suatu hari didengarnya Sufyan mengeluh: "Wahai sedihnya hatiku", yaitu kesedihan Shufi yang telah diwariskan oleh gurunya. Mendengar itu berkatalah Rab'iah: "Kesedihan kita masih sedikit sekali! Karena kalau benar-benar kita bersedih, kita tidak ada di dunia ini lagi!"
Cinta murni kepada Tuhan, itulah puncak Tasawuf Rabi'ah. Pantun-pantun kecintaan kepada Ilahi, yang kemudian banyak keluar dari ucapan shufi yang besar seperti Fariduddin Al Athar, Ibnu Faridh, Al Hallaj, Jalaluddin Rumi dan lain-lain, telah dimulai lebih dahulu oleh Rabi'ah. Sebagian daripada syairnya ialah :
"Aku cinta pada-Mu dua macam cinta, cinta rindu
Dan cinta, karena Engkau menerima cintaku
Adapun cinta, karena Engkau
Hanya engkau yang aku kenang tiada lain
Adapun cinta, karena engkau berhak menerimanya
Agar engkau bukakan bagiku hijab, supaya aku dapat melihat Engkau
Pujian atas kedua perkara itu bukanlah bagiku
Pujian atas kedua perkara itu adalah bagi-Mu sendiri"
Al Ghazali memberikan pendapatnya atas syair itu demikian: "Barangkali yang dimaksudkan oleh beliau dengan cinta kerinduan , ialah cinta akan Allah, karena Ihsan dan nikmatnya diatas dirinya, karena Allah telah menganugerahinya hidup, sehingga dia dapat menyebut nama-Nya (Jalal), yang semakin hari semakin terbuka baginya. Maka itulah cinta yang setinggi-tingginya (Kamal). Dan cinta yang timbul kepada Tuhan karena merenungi keindahannya (Jamal ul Rububiyah) itulah yang pernah di sabdakan Rasulullah SAW dalam satu Hadits Qudsi:
"Aku sediakan bagi hambaku yang saleh sesuatu yang mata belum pernah melihat, telinga belum pernah mendengar, dan belum pernah terbersit di hati seorang manusia jua pun".
Syair lainnya lagi ialah:
Kujadikan engkau, teman bercakap dalam hatiku
Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang duduk
Jisimku biar bercengkrama dengan tautanku
Isi hatiku, hanyalah engkau
Syairnya juga :
Yaa Allah, apapun yang akan engkau karuniakan kepadaku di dunia ini
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apapun yang engkau karuniakan kepadaku di akhirat
Kasih kepada sahabat-sahabatMu
Karena Engkau sendiri telah cukup bagiku
Yaa Allah, jika aku menyembahMu karena takur neraka
Bakarlah aku dengan apinya
Dan jika sujudku padamu, karena dambakan syurga
Tutuplah pintu syurga itu
Tetapi jika meyembahMu demi engkau semata
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku
Syair lainnya juga :
Engkau durhaka kepada Allah di dalam batin
Tetapi di lidah engkau menyebut taat kepadaNya
Demi umurku, ini perbuatan yang amat ganjil
Jika cinta sejati, tentu kau turut apa perintah
Karena pecinta, ke yang dicinta taat dan patuh
Dari syair-sayir yang terkenal itu, nyatalah kemana arah tujuan Zuhud Rabi'ah, yaitu semata-mata kepada Tuhan Allah SWT, bukan karena mengharapkan syurga atau takut akan neraka. Baginya soal syurga atau soal neraka, adalah perkara nomor dua, atau tidak menjadi soal sama sekali. Sebab cinta itu sendiri adalah suatu hal yang paling nikmat yang paling lezat, tidak ada yang membatasinya lagi. Cinta dibaginya atas dua tingkat. Pertama cinta karena kerinduan. Dirindui sebab memang ia puncaknya segala keindahan, sehingga tidak ada lagi yang jadi buah kenangannya dan buah ucapannya. melainkan Tuhan, Allah. Tingkat kedua, yaitu keinginan baginya untuk dibukakan hijab, selubung yang membatasi diantara dirinya dengan Dia. Itulah tujuannya, yaitu melihat Dia (Musyahadah).